Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam
dan Idris. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya
adalah Lamak bin Mutawasylah bin Idris. Nabi Nuh menerima wahyu
kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" masa kekosongan di antara dua
nabi di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran
agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali syirik
serta meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan
kemaksiatan.
Kaum Nabi Nuh tidak luput dari
proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah
mereka, mereka sedang menyembah berhala. Yaitu patung-patung yang dibuat
oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai Tuhan yang dapat
membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan
kemalangan. Berhala-berhala yang dipertuhankan, menurut kepercayaan
mereka, mempunyai kekuatan ghaib. Berhala-berhala tersebut diberinya
nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan
mereka. Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh
iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik (meninggalkan penyembahan
berhala) dan kembali kepada tauhid menyembah Allah, Tuhan sekalian
alam.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh
telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah kepada kaumnya dengan segala
kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dalam setiap kesempatan, siang
maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau secara terang-terangan dan
terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima
dakwahnya dan mengikuti ajakannya.
Nabi Nuh memimpin mereka keluar
dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar
mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama (ratusan tahun), Nabi
Nuh tidak berhasil menyadarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan
menerima dakwahnya, bertauhid dan beribadat kepada Allah, kecuali
sekelompok kecil kaumnya. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya
ternyata makin hari makin berkurang. Pada saat itu Allah menyuruh Nabi
Nuh untuk tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya,
karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam. Dan
Allah memerintahkan nabi Nuh untuk membuat perahu yang besar.
Setelah menerima perintah Allah
untuk membuat sebuah perahu/kapal besar, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan
para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan
untuk maksud tersebut. Mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan
malam menyelesaikan pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun
Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja
dengan tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembuatan kapalnya namun
ia tidak luput dari ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau
sengaja melalui tempat pembuatan kapal itu.
Setelah selesai pekerjaan
pembuatan kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, "Siap-siaplah
engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda
daripada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan
kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di
atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit
dan memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat. Dan dalam waktu
yang cepat telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa,
menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang
dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para
orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas
perintah Allah. Dengan iringan "Bismillahi majraha wa mursaha",
belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang
angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas
geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir
dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba
terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama Kan'aan. Pada
saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang
ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas
menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh secara spontan, terdorong
oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil
puteranya. Kan'aan, yang sudah tersesat dan telah terkena racun rayuan
setan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak
dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya. Akhirnya Kan'aan disambar
gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya,
tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan
pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan
berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan tidak beriman kepada
Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah. Kepadanya Allah
berfirman, "Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk
keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar
perintahmu menolak dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir
daripada kaummu. Coretlah namanya dari daftar keluargamu. Hanya mereka
yang telah menerima dakwahmu mengikuti jalan mu dan beriman kepada-Ku
dapat engkau masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang
telah Aku janjikan perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya.
Adapun orang-orang yang mengingkari risalah mu, mendustakan dakwahmu dan
telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan
binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada
dipuncak gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang
sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai
tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh."
Nabi Nuh segera sadar setelah
menerima teguran dari Allah, Ia sangat menyesali kelalaian dan
kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan
maghfirahnya.
Setelah air bah itu mencapai
puncak keganasannya, habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim.
Sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi
kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit "Judie".
Kaum Nuh tinggal di sebelah selatan Irak, yang sekarang terletak di kota Kufah.
Judi
adalah bukit yang berhadapan dengan semenanjung Ibnu Umar, yang
sekarang menjadi perbatasan Suria (Syria) - Turki, di tepian sebelah
timur sungai Tigris. Bukit Judi ini terlihat jelas dari daerah Ainu
Diwar, Syria.
0 komentar:
Post a Comment