Sehubungan dengan adanya
penyakit-penyakit yang berkembang saat ini dan telah beredarnya
pemahaman metode kedokteran yang disebar luaskan oleh metode kedokteran
barat maka sebagai umat muslim sangat prihatin sekali dengan kondisi
ini.
Metode kesehatan ala modern dengan teori trial and error
mengatakan bahwa, penyakit itu bisa disembuhkan bila disuntikkan virus
dan bakteri yang bersumber dari penyakit, agar manusia kebal. Sehingga
manusia dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum Allah,
tetapi tidak terkena penyakitnya.
Contohnya, agar anak-anak tidak terkena
penyakit kelamin/HIV atau penyakit kelamin lainnya ketika mereka
melakukan sex bebas, maka disuntikkan vaksin HIV pada usia anak-anak.
Itulah yang dikutip dari buku What Your Doctor May Not Tell You About Childrens Vaccination,
oleh Stephanie Cave & Deborah Mitchell, keduanya dokter dari
Amerika. Sentra pengendalian penyakit di AS, pada februari 1997 (ACIP)
dari CDL, berkumpul untuk membuat kebijakan vaksin bagi AS. Neal Haley
MD, ketua komite penyakit menular dari Akademi AS untuk dokter spesial
anak, mengajukan topik vaksin HIV.
Ia mengatakan “kami sungguh-sungguh
melihat bahwa usia 11 s/d 12 tahun sebagai usia target vaksin guna
pencegahan penyakit seksual”. Jadi orang tua dari para bayi, balita atau
anak kecil akan segera menghadapi kemungkinan mendapat vaksin HIV untuk
anak-anak. Vaksin ini dimaksudkan untuk mencegah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual, seperti khlamidia, herpessimpleks,
neisseria gonorhea, HIV/AIDS dll.
Jadi pemikiran mereka, jika tubuh manusia
disuntikkan virus yang dilemahkan, maka tubuh akan melakukan anti body
terhadap virus tadi. Virus yang disuntikkan ke tubuh itu adalah virus
yang diambil dari cairan darah orang yang terkena penyakit AIDS/HIV,
Hepatitis B, Herpes, dll, yang melakukan sex bebas, peminum alkohol,
narkotika dan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum Allah. Lalu
dibiakkan di media-media seperti ginjal kera, lambung babi, ginjal
anjing, sapi anthrax, menggunakan jaringan janin manusia yang
digugurkan, ditambahkan merkuri/timerosal/air raksa atau logam berat
sebagai bahan pengawetnya. Vaksin-vaksin yang dihasilkan antara lain
adalah vaksin polio, MNR, rabies, cacar air dll.
Celakanya bayi-bayi tak berdosa yang
tidak melakukan kerusakan, pelanggaran terhadap hukum Allah, sengaja
diberikan virus-virus itu, dengan pemikiran agar anak-anak itu kebal.
Sehingga ketika melanggar hukum allah, dimungkinkan tidak terkena
azab-Nya. Celakanya pula, ini diberikan kepada anak-anak muslim.
Sebenarnya vaksin-vaksin ini juga telah
banyak memakan korban anak-anak Amerika sendiri, sehingga banyak terjadi
penyakit kelainan syaraf, anak-anak cacat, autis, dll. Tetapi penjualan
vaksin tetap dilakukan walau menimba protes dari rakyat Amerika. Hanya
saja satu alasan yang negara Amerika pertahankan, yaitu bahwa vaksin
adalah bisnis besar. Sebuah badan peneliti teknologi tinggi
internasional yaitu Frost & Sullivan, memperkirakan bahwa pangsa
pasar vaksin manusia dunia akan menguat dari 2,9 miliar USD tahun 1995,
melonjak menjadi lebih dari 7 miliar USD tahun 2001.
Ini diambil dari ideologi kapitalis yang
mereka emban, hingga membunuh bayi, anak-anak atau manusia lain, mereka
lakukan demi uang dan kekuasaan.
Ketika anak-anak terimunisasi, mulailah
jerat obat-obatan produk AS membanjiri negeri-negeri muslim yang tunduk
pada AS dan membiarkan rakyatnya sendiri teracuni akibat pemikiran
kapitalis AS. Obat-obat beracun yang mahal harganya ini praktis menguras
keuangan orang-orang muslim, teracuni obat-obat kimia sintetis termasuk
benda-benda haram, agar doa-doa orang miskin tertolak oleh Allah swt.
Ini semua akibat kebodohan orang-orang muslim, yang tidak percaya kepada
metode kesehatan menurut Rasulullah SAW, yaitu Atibunabawy.
Dalam hal obat-obatannya, pengobatan
atibunabawy yang murni alami, tidak boleh dicampur adukkan dengan
pengobatan yang menggunakan bahan kimia sintetis (QS. 2:42).
Tetapi dalam hal teknologi misalnya alat-alat radiologi, stetoskop,
bladpressure (alat pengecekan tekanan darah) dll, boleh saja kita
gunakan. Jadi Indonesia membutuhkan rumah sakit dengan peralatan
canggih, tetapi obat-obatan menggunakan yang alami dan bukan dari
barang/benda haram.
Jemaah haji Indonesia juga diwajibkan
divaksin dengan vaksin miningitis. Dimana keharusan ini adalah
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, yang berada dibawah naungan
WHO dan PBB. Menurut informasi yang di dapatkan dari Departemen
Kesehatan RI bahwa vaksin miningitis ini adalah salah satu syarat untuk
melaksanakan ibadah haji. Jadi setiap calon jemaah haji akan mendapatkan
sertifikat telah tervaksin/terimunisasi. Kalau tidak maka tidak
diberangkatkan. Apakah ini tidak berlebihan?
Apakah vaksin miningitis? Vaksin ini
diberikan dengan maksud (menurut mereka) untuk melindungi jemaah haji
indonesia dari penyakit meninglokal, yang disebabkan oleh organisme
Neisseria meningitis yang menyebabkan infeksi pada selaput otak dan
meningokomeia atau infeksi darah atau keracunan darah, yang
penyebarannya melalui bersin batuk dan bicara.
Vaksin yang disuntikan ke tubuh calon
jemaah haji ini adalah bakteri meningokokus yang awalnya diambil dari
cairan darah orang amerika yang terkena meningitis. Bakteri ini timbul
karena pola kebiasan meminum alkohol dan perokok aktif dan kehidupan
malam yang serba bebas. Vaksin ini tidak juga memberikan perlindungan
utuh. Vaksin ini hanya mengurangi resiko penyakit meningokal yang
disebabkan oleh Serogroup A, C, Y dan W 135. Sehingga 30% perkiraan
kasus penyakit tetap terkena pada seluruh kelompok usia.
Vaksin efektif hanya untuk 3 s/d 5 tahun.
Vaksin ini mengandung timerosal/air raksa sebagai bahan pengawet serta
merupakan salah satu bahan pencetus kanker (karsinogen) dan
kelainan-kelainan syarat, sehingga berdampak buruk pada sel-sel otak dan
organ-organ tubuh jemaah haji. Beberapa jamaah haji Indonesia mengalami
gejala-gejala seperti biru-biru di seluruh tubuh, jantung
berdebar-debar, nyawa seperti melayang, rasa ketakutan, pusing, mual,
setelah divaksin.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah
vaksinasi merupakan rukun haji? Kini vaksin tersebut dapat menyebabkan
seseorang batal berangkat haji. Kedudukannya sudah melebihi rukun dan
wajib haji. Ada apa sebenarnya di balik itu semua?
0 komentar:
Post a Comment