NORTH CAROLINA, KOMPAS.com - Penembakan kembali
terjadi di Amerika Serikat, kali ini menewaskan tiga orang dalam satu
keluarga muslim di Chapel Hill, North Carolina. Ketiga korban itu
diketahui bernama Deah Shaddy Barakat (23), istrinya yang bernama Yusor
Mohammad (21) dan adik iparnya yang bernama Razan Mohammad Abu-Salha
(19).
Dilansir dari laman Independent, Rabu (11/2/2015), polisi
mengatakan laporan penembakan terjadi pada Selasa (10/2/2015) waktu
setempat, sekitar pukul 17.11. Penembakan diketahui berasal dari komplek
apartemen yang ditempati para akademisi dan profesional di Summerwalk
Circle, Chapel Hill.
Ketiga korban diketahui langsung tewas di tempat. Namun, banyak
penghuni apartemen yang mengaku tidak tahu ada peristiwa penembakan dan
baru menyadarinya setelah polisi tiba di lokasi penembakan.
Polisi menahan pria bernama Craig Stephen Hicks (46) yang diduga
sebagai pelaku penembakan. Craig Hicks ditangkap atas tuduhan pembunuhan
tingkat pertama kepada tiga orang.
Hingga saat ini belum diketahui motif pembunuhan yang dilakukan
Hicks. Namun, pembunuhan ini menimbulkan polemik di media sosial,
apalagi setelah Hicks diketahui sebagai seorang atheis garis keras
berdasarkan akun Facebook miliknya.
Mengutip situs Middle East Eye, dalam banner di akun Facebook-nya, Hicks bahkan memasang banner
anti-theism dengan tulisan, "Saya tidak menolak hak Anda untuk percaya
apa pun yang Anda suka; tapi saya punya hak untuk menyebut (kepercayaan)
itu bodoh dan berbahaya selama mitos tanpa dasar itu menjadi dasar
untuk membunuh orang".
Tentu ini menjadi ironis. Sebab, Craig Hicks yang menuduh kepercayaan
sebagai dasar untuk membunuh, justru membunuh orang. Apalagi Deah
Barakat selama ini dikenal bukan sebagai muslim garis keras.
Barakat dikenal teman dan tetangga layaknya warga Amerika kebanyakan. Dia menyukai olahraga football dan bola basket, bahkan menontonnya langsung di stadion. Selain itu, Barakat juga pernah men-tweet mengenai toleransi.
"Sangat sedih saat mendengar ada orang yang mengatakan kita harus
'bunuh Yahudi' atau 'bunuh orang Palestina'. Seakan-akan itu
menyelesaikan semua masalah," tulis Deah Barakat pada Januari lalu.
Begitu pun dengan korban lain. Baru-baru ini, ketiga korban itu
diketahui berfoto bersama saat acara kelulusan Razan. Kuliah di North
Carolina State University, Razan mengambil gelar di bidang arsitektur
dan desain lingkungan.
Standar ganda
Atas peristiwa ini, netizen pun mengungkapkan dukanya yang
disertai tagar #ChapelHillShooting dan #MuslimLivesMatter. Beberapa
tweet mempertanyakan media Amerika Serikat yang tidak membuat liputan
khusus terkait penembakan yang diduga memiliki motif kebencian terhadap
suatu ras atau agama. Padahal, biasanya media-media di AS menganggap
peristiwa penembakan sebagai peristiwa besar, terutama jika dikaitkan
dengan isu aturan mengenai kepemilikan senjata.
Asisten profesor di Departemen Komunikasi, University of North
Alabama, Mohamad Elmasry bahkan mempertanyakan sikap media Barat yang
dianggap tidak adil. Dalam tulisannya di Al Jazeera, Elmasry
menyebut, jika ada pelaku pembunuhan yang bukan muslim, maka pelaku akan
dianggap memiliki kelainan jiwa atau fundamentalis yang bertindak
seorang diri. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memberitakannya
secara besar-besaran.
Sebaliknya, untuk kejahatan yang dilakukan fundamentalis muslim
seperti penembakan Charlie Hebdo, maka pemberitaan yang muncul dianggap
Elmasry menyudutkan komunitas muslim. Menurut Elmasry, pemberitaan yang
ada itu malah memunculkan sentimen anti-muslim dan Islamophobia di
masyarakat AS dan Eropa.
Bahkan untuk peristiwa besar seperti pembantaian muslim Rohingya pun,
media Barat dianggap Elmasry tidak bersuara. Padahal Human Rights Watch
menyebut pembantaian itu sebagai "kejahatan kemanusiaan" dan
"pembersihan etnis".
0 komentar:
Post a Comment