BOGOR, KOMPAS.com —
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar
Nusa Bakti, menilai, pergantian kepala Polri menjadi polemik karena
kesalahan Presiden Joko Widodo.
Menurut Ikrar, pergantian kepala Polri tidak akan menimbulkan polemik
berkepanjangan jika seandainya Jokowi merespons cepat dengan
membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri sesaat
setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Ikrar menyinggung peringatan yang disampaikan KPK kepada Jokowi
sebelum nama Budi Gunawan diajukan sebagai calon kepala Polri kepada
DPR. Budi Gunawan berpotensi terjerat kasus korupsi. (Baca: KPK Sudah Ingatkan Jokowi soal Catatan Merah Budi Gunawan)
Namun, Jokowi tidak menggubris peringatan KPK tersebut dan tetap
memilih mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu
sebagai calon tunggal kepala Polri. DPR juga menyetujui usulan Presiden
itu. (Baca: DPR Setujui Tersangka Korupsi Budi Gunawan Jadi Kapolri)
"Masalah ini berawal dari kesalahan dia (Jokowi) sendiri yang
mengajukan nama Budi Gunawan jadi kepala Polri walaupun sudah
diwanti-wanti oleh KPK," kata Ikrar, saat dihubungi, Rabu (18/2/2015).
Ikrar menduga Jokowi tidak pernah memperkirakan dampak dari
pencalonan Budi Gunawan akan melebar seperti saat ini. Ia yakin,
keputusan Jokowi mencalonkan Budi dilandasi kuatnya dorongan dari elite
partai-partai pendukungnya. (Baca: PDI-P: Kami Tetap Minta Jokowi Lantik Budi Gunawan)
"Sekarang situasi sudah seperti ini, pimpinan KPK dikriminalisasi
oleh Polri. Padahal, Presiden punya hak prerogatif untuk membatalkan
pelantikan Budi Gunawan tanpa harus menunggu hasil praperadilan,"
ujarnya.
Ikrar menyarankan agar Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan
sebagai kepala Polri. Pasalnya, keputusan melantik Budi diyakininya tak
akan menyelesaikan polemik dan kriminalisasi terhadap KPK.
"Pelantikan tidak akan menyelesaikan persoalan. Lebih baik mencari
calon baru saja. Itu bisa menenangkan situasi di lapangan," ujar Ikrar.
Di tengah ketidakjelasan sikap Jokowi, dua pimpinan KPK sudah dijerat
oleh kepolisian. Bambang Widjojanto dijerat terkait sengketa pilkada di
Mahkamah Konstitusi, sementara Abraham Samad dijerat dengan tuduhan
memalsukan dokumen.
Sebanyak 21 penyidik KPK kemungkinan juga terancam menjadi tersangka
karena kepolisian menduga izin kepemilikan senjata api yang mereka
miliki sudah kedaluwarsa. Salah satu penyidik yang terancam ditetapkan
sebagai tersangka adalah Novel Baswedan.
Dengan kondisi ini, KPK tinggal memiliki dua pemimpin, yaitu
Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja. Namun, beberapa waktu lalu, mereka
juga telah dilaporkan kepada Badan Reserse Kriminal Polri.
Jokowi tidak memenuhi janjinya akan mengambil keputusan pada pekan
lalu. Jokowi berkali-kali hanya menyebut bahwa keputusan akan
disampaikan secepatnya.
0 komentar:
Post a Comment