BACK TO THE TOP

Meski Diprotes, Indonesia Yakin Masih Dibutuhkan Australia dan Brasil

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Indonesia mengaku tak khawatir dan memutuskan tetap menjalankan proses hukuman mati kepada para warga negara Australia dan Brasil yang terlibat kasus narkoba. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menilai, Indonesia memiliki posisi tawar cukup besar lantaran perekonomian Indonesia masih berada dalam 16 besar di dunia.

"Indonesia selalu utamakan agar kerja sama tetap baik dengan negara-negara mana pun. Itu komitmen. Tentu saja kita harus punya kemampuan untuk menego apa yang menjadi kepentingan kita karena Indonesia punya ekonomi cukup besar, dan masuk 16 besar di dunia," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Selasa (24/2/2015).

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu pun menilai hubungan di antara dua negara adalah hubungan yang saling menguntungkan.


"Jadi, bukan hanya mereka yang memperoleh, tetapi juga kita harus peroleh. Ini hubungan resiprokal, saling untungkan di antara dua negara," ucap dia.
Khusus dengan Brasil, Pratikno mengaku negara itu tetap penting bagi Indonesia karena Indonesia berkepentingan menjalin kerja sama regional dengan negara-negara selatan dan sesama negara berkembang.
Pratikno mengaku, lobi-lobi dunia internasional sangat kencang saat ini terkait keputusan Indonesia untuk menerapkan hukuman mati. Surat protes dari sejumlah negara, termasuk Australia dan Brasil, bahkan sudah diterima dan dibalas langsung oleh Presiden.
"Isi jawaban Presiden selalu standar bahwa kita berkomitmen pada pemberantasan narkoba. Masing-masing negara lindungi warganya dan mempunyai hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara, termasuk Indonesia. Itu posisi Presiden dalam hadapi keberatan terkait narkoba," kata Pratikno.
Lobi internasional
Presiden Joko Widodo mengaku ditelepon oleh tiga kepala negara terkait eksekusi mati sejumlah terpidana di Indonesia. Meski demikian, Jokowi tidak menjelaskan secara detail mengenai hal yang ia bicarakan dengan tiga kepala negara tersebut.
Jokowi hanya mengungkapkan bahwa salah satu kepala negara yang menghubunginya adalah Presiden Brasil Dilma Rousseff. Ia mengatakan, Dilma menghubunginya sebelum insiden penolakan terhadap surat kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto.
"Iya. Masalah hukuman mati, ada telepon dari Presiden Brasil. Presiden Perancis kemarin juga (menelepon), kemudian dari Belanda juga," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa.

0 komentar:

Post a Comment